Unggahan Richard Lee Dikritik Netizen, Dinilai Tak Berempati

Estimated reading time: 4 minutes

Lambe Katy – Nama Richard Lee kembali jadi sorotan, bukan karena kasus skincare, tapi soal unggahannya. Dia dinilai tak berempati, karena sempat-sempatnya promo produk saat Sumatra sedang dilanda banjir besar. 

Publik sedang berduka, tapi Richard malah memanfaatkan momen itu untuk diskon besar-besaran. Unggahannya jadi perbincangan, karena cara penyampaiannya yang dianggap sensitif. 

Richard menulis, “Besok ada produk serba 28rb.. belanja besok = cantik + bantu tmn2 kita.” Kalimat yang sekilas seperti ajakan positif itu malah berubah jadi pemantik amarah. Netizen merasa ada yang janggal, momen bencana nggak seharusnya ditumpangi iklan.

Situasi Bencana yang Bikin Netizen Tersulut

Sebelum membahas reaksi netizen, kita perlu melihat konteksnya dulu. Sumatra sedang mengalami banjir dan longsor yang bikin banyak warga kehilangan rumah, barang, bahkan keluarga. Linimasa penuh video tangis warga Aceh, Medan, dan Padang. 

Banyak orang mengirim bantuan, mengajak donasi, dan memperkuat empati. Di tengah kesedihan itu, unggahan Richard muncul seperti pemandangan yang kontras. Publik yang emosinya sedang sensitif merasa seolah-olah bencana ini dijadikan panggung promo. 

Narasinya mungkin dimaksudkan positif, karena Richard menambahkan, “Sebagian hasil penjualan akan saya donasikan untuk korban banjir Aceh, Medan dan Padang.” Namun, cara penyampaiannya tetap memicu rasa nggak nyaman.

Netizen Mulai Mengkritik: “Kok Jadi Aji Mumpung?”

Komentar deras berdatangan beberapa jam setelah unggahan itu muncul di Threads. Netizen yang awalnya hanya membaca lalu mengangguk, berubah jadi marah begitu merasa ada unsur memanfaatkan bencana. 

Salah satu komentar yang cukup tajam datang dari seorang pengguna yang menulis, “Kampungku lagi kena musibah bencana alam kok bisa-bisanya dipakai untuk promo jualan dengan embel-embel ‘membantu teman-teman kita’. 

Ternyata bergelar dokter pun nggak menjamin punya hati dan empati. Culas, rakus, serakah!” Komentar itu disukai ribuan pengguna. Banyak yang setuju, bahkan merasa sakit hati karena keluarganya sedang mengalami dampaknya langsung. 

Ada juga komentar dari seorang dokter lain yang menulis, “Dok, tolong jangan tone-deaf. Masa penderitaan orang lain dijadikan aji mumpung untuk habisin stok jualanmu. Sebagai sejawat saya malu. Bisa dilihat komen yang lain, respect orang kepada kamu jadi hilang.” 

Nggak berhenti di situ, seorang pengguna lain menambahkan, “Dok, empatinya dikit boleh dong. Disini Sumut lagi berduka atas keadaan yang begini tapi masih sempat-sempatnya jualan berkedok gini.” 

Kenapa Netizen Bisa Begitu Kesal?

Fenomena seperti ini sebenarnya nggak sekali dua kali terjadi. Netizen sekarang makin peka, terutama ketika menyangkut bencana. Kamu pasti sering lihat, setiap ada bencana, publik menilai mana selebriti yang tulus membantu dan cuma mencari spotlight.

Pada kasus Richard, permasalahannya bukan di “donasi”, tetapi di formatnya. “Promo dulu, donasi belakangan” terasa seperti strategi marketing, sementara masyarakat sebenarnya berharap empati, bukan campaign. 

Cara menyampaikan sama pentingnya. Netizen nggak suka narasi yang terkesan menggabungkan tragedi dan penjualan. Nah, ketika bahasa seperti “belanja = cantik + bantu teman-teman kita” muncul, netizen langsung merasa ada yang aneh.

Respons Masyarakat yang Makin Beragam

Seiring unggahan itu menyebar, diskusi di berbagai platform makin ramai. Banyak akun hiburan ikut mengulas, bahkan beberapa influencer mengkritik secara langsung. Beberapa orang bahkan melakukan screenshot dan menyebarkannya kembali dengan caption lain. 

Seperti biasa, gosip online cepat sekali menyebar. Ketika satu celah muncul, banyak opini masuk. Ada yang menilai Richard kurang peka, ada yang menilai langkahnya “nggak membaca ruangan”, san ada pula yang menganggap ini murni salah strategi komunikasi.

Bagaimana Reputasi Richard Lee Terdampak?

Meski belum ada klarifikasi panjang dari Richard, komentar-komentar pedas sudah terlanjur berseliweran. Banyak pengguna media sosial merasa kecewa. Bahkan, sebagian penggemar yang biasanya membela kini memilih diam.

Fenomena ini sering terjadi, ketika seseorang yang biasa berbicara tentang edukasi dan kebaikan tiba-tiba salah langkah, netizen merasa jomplang. Rasa percaya publik pun ikut goyah.

Namun, disisi lain, beberapa orang menganggap publik terlalu reaktif. Mereka menilai langkah donasi tetap positif, meskipun format promosinya kurang tepat. Perdebatan dua sisi inilah yang membuat drama berlangsung panjang.

Apakah Masih Bisa Pulih?

Reputasi itu penting, satu drama bisa merusak citra. Namun, satu klarifikasi tepat bisa memperbaikinya. Banyak figur publik yang pernah jatuh gara-gara unggahan sosial, tapi naik lagi setelah meminta maaf dengan tulus.

Richard masih punya kesempatan. Publik biasanya memberi ruang untuk permintaan maaf, asalkan tulus dan jelas. Yang dibutuhkan hanya penjelasan transparan serta gesture nyata yang relevan.

Drama yang Harusnya Bisa Dicegah

Kalau ditarik garis besar, drama ini sebenarnya sederhana, publik nggak nyaman melihat bencana dijadikan latar selling point. Niat baik pun bisa berubah jadi bumerang kalau penyampaiannya kurang hati-hati.

Kasus Richard Lee jadi contoh terbaru bagaimana sosial media bisa cepat mengubah persepsi publik. Nah, buat kamu yang mengikuti gosip, drama seperti ini selalu menarik karena menunjukkan betapa kuatnya reaksi netizen dalam membaca situasi.

Drama sudah terlanjur pecah, tapi cerita ini masih mungkin berlanjut, seperti biasa, klarifikasi adalah episode berikutnya yang ditunggu.

Sumber : www.beritariau.com