Estimated reading time: 4 minutes

Lambe Katy – Di balik tawa dan gaya santainya di layar kaca, Marshel Widianto ternyata pernah menyimpan cerita rumah tangga yang jauh dari kata mudah. Publik selama ini melihat Marshel dan Cesen eks JKT48 sebagai pasangan yang terlihat santai dan kompak. 

Namun, siapa sangka, hubungan mereka sempat berada di titik paling rapuh, bahkan nyaris resmi berakhir di meja hukum. Kisah ini mencuat ketika Marshel secara terbuka membagikan pengakuannya.

Konflik yang mereka alami berjalan cukup panjang. Situasi tersebut membuat keduanya sama-sama lelah secara emosional, hingga muncul satu keputusan, yaitu menunjuk pengacara untuk mengurus perceraian.

Langkah Serius yang Hampir Jadi Kenyataan

Keputusan mendatangi pengacara bukan muncul secara tiba-tiba. Marshel mengakui, komunikasi mereka saat itu berjalan sangat buruk. Hubungan yang dingin membuat setiap obrolan terasa berat. 

Dalam kondisi seperti itu, kehadiran pihak ketiga justru terasa seperti jalan keluar paling masuk akal. Prosesnya pun sudah berjalan cukup jauh. Administrasi hampir rampung, komunikasi dengan pengacara masih aktif, dan arah hubungan terasa semakin menjauh. 

Marshel bahkan sempat berada di fase abu-abu, masih berkirim pesan dengan pengacara hanya untuk memastikan apakah proses itu benar-benar dilanjutkan atau dihentikan. Di titik tersebut, perceraian sudah menjadi rencana yang tinggal selangkah lagi dieksekusi.

Rp15 Juta Demi Membatalkan Perpisahan

Namun, di tengah kondisi yang terasa buntu, keadaan perlahan berubah. Hubungan Marshel dan Cesen mulai menunjukkan tanda membaik. Komunikasi kembali terjalin, meski belum sepenuhnya pulih. Dari sinilah muncul keputusan besar lainnya.

Marshel mengungkap bahwa mereka akhirnya sepakat membatalkan proses hukum yang sudah berjalan. Keputusan ini tentu nggak gratis, bahkan secara terbuka menyebut, pembatalan jasa pengacara tersebut menelan biaya Rp15 juta.

Dengan nada setengah bercanda, namun terasa jujur, Marshel menyebut pembayaran itu sebagai bentuk keseriusan mempertahankan rumah tangga. Bagi mereka, angka tersebut terasa kecil dibanding risiko kehilangan pasangan hidup. 

Miskomunikasi dan Rasa Curiga yang Menumpuk

Di balik konflik panjang itu, akar masalahnya ternyata cukup klasik, tapi kompleks. Miskomunikasi dan rasa curiga menjadi pemicu utama. Cesen mengungkap bahwa instingnya sebagai perempuan sering kali berbicara lebih cepat daripada logika.

Ia merasa menemukan beberapa hal mencurigakan di ponsel Marshel. Bukan satu kejadian tunggal, mulai dari perasaan aneh, mimpi berulang, hingga notifikasi yang terbaca secara nggak sengaja. 

Semua itu memperkuat rasa curiga yang akhirnya berkembang menjadi konflik terbuka. Cesen sendiri mengaku punya insting kuat. Ia menyebut, terkadang perasaan itu datang tanpa alasan jelas, namun sering terbukti. 

Ketika Ego Lebih Keras dari Rasa Sayang

Seiring konflik berjalan, ego pun ikut membesar. Marshel dan Cesen sama-sama berada dalam posisi defensif. Alih-alih saling mendengarkan, mereka justru sibuk mempertahankan sudut pandang masing-masing. Hal ini membuat jarak emosional semakin lebar.

Pada fase ini, percakapan sederhana bisa berubah menjadi perdebatan panjang. Hal kecil terasa besar, sementara niat baik sering disalahartikan. Dalam situasi seperti itu, keputusan mendatangi pengacara terasa semakin logis.

Momen yang Mengubah Segalanya

Di tengah konflik, ada satu momen yang perlahan meluluhkan ego keduanya. Saat Cesen merasa nggak enak badan, Marshel menunjukkan perhatian dengan cara yang sangat sederhana, yaitu mengerokinya.

Bagi Marshel, tindakan itu mungkin terasa biasa. Namun, bagi Cesen, perhatian kecil tersebut membawa makna besar. Ia melihat kembali sisi Marshel yang peduli dan hadir secara emosional. 

Marshel sendiri mengaku terkejut. Dari hal itu, ia justru belajar banyak tentang pasangan dan dirinya sendiri. Perhatian kecil ternyata bisa menjadi jembatan dan mempertemukan dua ego yang sempat saling menjauh.

Belajar Menurunkan Ego dan Mendengar

Setelah momen tersebut, hubungan mereka perlahan membaik. Bukan berarti konflik langsung hilang, tapi keduanya mulai belajar menurunkan ego. Percakapan yang sebelumnya penuh emosi kini berubah lebih tenang.

Marshel dan Cesen mulai kembali membicarakan masalah secara terbuka. Rasa curiga dibicarakan, miskomunikasi diluruskan, dan kesalahpahaman perlahan diurai satu per satu. Proses ini nggak instan, tapi cukup untuk membuat mereka sadar bahwa hubungan ini masih punya ruang untuk diperbaiki.

Sebagai bentuk keseriusannya, Marshel menuliskan surat emosional untuk Cesen. Isinya menggambarkan komitmen yang dalam dan pilihan sadar untuk mempertahankan rumah tangga, apapun risikonya.

Dalam surat itu, Marshel mengungkapkan bahwa jika reinkarnasi benar-benar ada, ia ingin terus menemukan Cesen di setiap kehidupan. Surat ini menjadi pengakuan terbuka bahwa hubungan mereka pernah berada di ujung tanduk. 

Memilih untuk Berjuang Bersama

Kini, Marshel dan Cesen memilih melangkah bersama. Kisah nyaris cerai ini bukan mereka bagikan untuk mencari simpati, melainkan sebagai refleksi bahwa rumah tangga nggak selalu berjalan mulus.

Hubungan yang terlihat bahagia di media sosial pun bisa menyimpan luka dan konflik di balik layar. Namun, dari kisah ini, terlihat bahwa komunikasi, perhatian kecil, dan keberanian menurunkan ego bisa menjadi alasan kuat untuk kembali memilih pasangan yang sama.

Kisah Marshel Widianto dan Cesen menjadi potret nyata bahwa rumah tangga itu ibarat dua orang yang mau belajar, mengalah, dan memilih satu sama lain berulang kali, bahkan saat hubungan berada di titik terendah.

Nyaris cerai, membayar mahal untuk membatalkan pengacara, hingga terselamatkan oleh momen sederhana, semua itu menjadi bagian dari perjalanan mereka. Pada akhirnya, Marshel dan Cesen memilih satu hal yang paling penting, yaitu tetap bersama.

Sumber : ceritakita.viva.co.id